Rabu, 27 Februari 2013

Fenomena Trance

Heran, akhir-akhir ini sering banget terjadi kesurupan massal di SMP ku. Puncaknya tepat pada hari Senin kemarin, upacara bendera terpaksa harus dibubarkan karena ada salah satu siswa yang berteriak-teriak, selidik punya selidik ternyata kesurupan.

Aku dan beberapa kawan yang saat itu berada di Masjid, kaget karena ada siswi yang dibopong 4 siswa ke UKS.  Semakin banyak semakin ribut dengan gerombolan siswa. Para guru dibuat kebakaran jenggot dengan semakin banyaknya siswa yang kesurupan. Koordinasi pengamanan pun jadi tidak kompak, satu guru memerintahkan untuk berkumpul di masjid, guru yang lain meminta semua siswa masuk kelas masing-masing.
Kegiatan belajar mengajar terpaksa diberhentikan. Banyak siswa yang terlantar, di koridor. Satu persatu pula bertambah jumlah siswa yang kesurupan. Pihak sekolah tidak bisa bertindak jauh untuk memulangkan siswa, karena ini bukan kali pertama fenomena kesurupan terjadi.



Simpang siur kebenaran berita semakin santer terdengar, ada yang bilang bahwa itu setan dari Bali yang marah karena ada siswa iseng yang menginjak sesajen ketika di Bali, versi yang lain berkata setan tersebut mencari anak-anak nakal yang berulah di sekolah. Huaaaa..kian runyam.

Aku yang saat itu bersama dengan beberapa kawan, cuek saja menuju kantin. Oya, sekedar info, saat itu aku puasa Senin, harus tergadaikan dengan semangkuk soto. -_- Akhirnya, dengan sangat kurang ajar kami menyambut pagi ini dengan seringai tak berdosa. :-D

Berbicara tentang kesurupan, saat aku tanya sama Mbah Gugel, ada beberapa perspektif pandangan, bukan hanya dari segi mistis tapi juga segi psikologi. Tapi bukan itu yang mau kubahas. Disini aku tak sedang bertampang seorang ilmuwan, karena aku cuma pengen berkomentar dalam perspektif kacamataku. *gaya dikit :-D

Menurutku, banyak hal yang janggal. Kesurupan dikaitkan dengan pikiran kosong? Lalu, Apa dengan berpikiran tak senonoh sudah bisa menghalau terjadinya kesurupan? hehee

Kalau ada kesurupan, area kesurupan disterilkan dan dijaga oleh Polisi. Haloo? Korelasinya apa coba? Apa dengan adanya PakPo bisa mengusir para setan? Jadi ngebayangin, PakPo membuat pagar betis di sekitar sekolah dengan senjata lengkap, kemudian melempar gas air mata, trus kalau setannya sudah kalah, PakPo masuk dan memborgol para setan? Fiuhh -_-

Kalau Cina punya vampir, Eropa punya Dracula atau Timur Tengah punya Jin. Coba bandingkan dengan Indonesia, kita punya pocong, jelangkung, kuntilanak, tuyul, dan...sebagainya. Aku sih lebih setuju dengan adanya kaitan mistis ya. Mau tidak mau, memang budaya kita terlahir dari keberagaman mistis. Itulah kenapa di Indonesia lebih memiliki banyak keragaman jenis setan.

Kalau ditanya sereman mana sih, hantu pribumi atau hantu bule?
Ya jelas hantu pribumi lahhh.... Bukan serem sih, tapi lebih pada bentuk rasa kasihan. Gimana nda, hantu pribumi itu miskin semua, tercermin dari pakaian lusuh dan tongkrongan yang jauh dari kata keren. Coba bandingkan lagi dengan hantu bule, jelas beda kan? Makanya, mulai saat ini selalu sedia uang receh, buat jaga-jaga aja kalau nanti ketemu hantu pribumi, tinggal kasih tuh koin lumayanlah buat beli baju lebih bagusan dikit. Hehe :-D

Senin, 25 Februari 2013

Terbang Bersama Asa

Berbicara tentang cita-cita, aku yakin kamu juga punya sejuta cita-cita yang hampir setiap detik berubah. Sama sepertiku, waktu duduk di kelas 2 SD aku ingin menjadi seorang Polwan. Terbius foto kakak sepupuku yang mengenakan baju kebesarannya dengan gagah. Tapi, keinginan itu menguap seketika ketika aku mengagumi Bu Guru SD ku. Saat itu juga aku ingin menjadi Guru. Seorang guru yang memiliki banyak anak didik, yang mendidik dengan kesabaran, keikhlasan dan penuh kasih. Hebatnya seorang guru, yang bisa mendidik banyak anak dari berbagai kalangan dan latar belakang. 

Pupusnya harapanku untuk menjadi seorang Polwan bukan tanpa alasan, beranjak dewasa semakin meyakinkanku untuk tak berambisi menjadi seorang Polwan. Bukan apa-apa, hanya sedikit pikiran tak terhormat yang beranggapan bahwa seorang polwan dilarang keras bertubuh mungil. :-D

Sebegitu kurang ajarnya pikiranku. Jujur saja, aku sering terpukau melihat Polwan yang bertugas. Andai waktu itu ku kerahkan keringat untuk menggapainya, mungkin saat ini sudah terpajang foto dengan seragam kebesaran. Tapi, bukan penyesalan namanya jika ia hadir lebih awal. 

Bertambahnya usia, membuatku berpikir untuk lebih bijak dan mantap dalam memilih. Cita-cita bukan sekedar ambisi yang harus ditarget dan dikejar dengan sekuatnya, akan tetapi  hidup dengan perbekalan yang baik bagi kehidupan abadi adalah cita-cita yang maha sempurna. 

Setiap kehidupan berujung pada kematian, tak memandang kau berkeyakinan maupun tidak. Berpedoman bahwa hiduplah untuk saat ini dan anggaplah besok kau akan mati. Kalimat itu bukan sekedar kalimat penghias diary, tapi itu sebuah imun hebat. Coba resapi, dan kau akan paham untuk apa kau hidup.

Meskipun cita-cita terhebatku adalah menjadi hamba yang dinanti Rasul dalam Surga Firdaus-Nya, bukan berarti mengikatku untuk tak berambisi meninggalkan jejak dibumi ini. Gagal menjadi Polwan, membuatku bercita-cita menjadi guru. 

Bagiku, guru bukan hanya seorang yang mengajar dengan ruang kelas ber-ac, berpapan tulis, berseragam coklat, dan berbangku rapih lengkap dengan meja berjajarnya, tapi ia yang mengemban dan melunasi janji negara untuk membebaskan putra-putri bangsa dari kebodohan.

Membagi ilmu tidak harus memiliki SK yang menjelaskan bahwa kau seorang pengajar. Sungguh tak patut sekali jika kutemui seorang guru yang hanya menjadikan kegiatan mengajar bagi suatu profesi belaka. Ikhlasnya niat menggiring ilmu terserap dan terpatri dalam ubun-ubun memori. Itulah mengapa istilah mengajar dengan mendidik itu berbeda. Jika mengajar, kau hanya memberi ilmu tak peduli ilmu itu sampai atau tidak, sedangkan mendidik itu kau mengajar dan membimbing anak didikmu sampai ia paham dan mengerti.

Aku ingin sekali, bisa berbagi ilmu pada wajah anak-anak yang haus akan ilmu. Aku rindu dengan suasana kelas yang riuh rendah dengan celotehan para siswa. Masa sekolah, yang mungkin tak semua orang  dapat tersentuh  oleh pendidikan. Aku janji, suatu hari nanti akan ku tunaikan janji kemerdekaan dalam pendidikan. 

Impian terbesarku, memiliki sebuah pesantren gratis untuk kalangan tak mampu. Nantinya, santriwan santriwati itu akan dibekali dengan ilmu keahlian agar bisa hidup mandiri, sehingga ia tak perlu bekerja menjadi karyawan dalam perusahaan asing, tapi malah menjadi bos kecil dengan nuansa Islaminya. Setidaknya, rumahku nanti akan teramaikan dengan adanya satu ruangan khusus bagi anak-anak kecil yang ingin belajar mengaji.

Semoga ini tidak sekedar tulisan jelek atau impian liar yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Amin.

Jumat, 22 Februari 2013

Ramuan Jodoh

"Intinya, dalam hidup ini selalu mintalah yang terbaik pada sang Pemilik Cinta, dengan begitu akan dikirimkan orang yang tepat. Jangan lupa pantaskan dirimu agar dipantaskan pula jodohmu. Kalau sudah dapat, jangan lupa diikat si cupid biar si cupid tidak sembarangan lagi menembakkan panah cintanya."

Kawanku, entah dari mana aku memulai tulisan ini.Memanfaatkan momen di bulan cinta ini, tulisanku sedikit berbau virus merah jambu. Hehee
Kawan, kalau aku bertanya apa wetonmu?
Kira-kira apa yang ada dalam benakku? Apa terpikir pertanyaan apa yang akan ku tanyakan selanjutnya?
Hmmm...
Begini, sebetulnya aku benar-benar bingung dengan ilmu kejawen. Bagaimana tidak, jodoh pun masih berkaitan dengan perwetonan. Sekarang, aku kemabli bertanya, menurutmu apa ada korelasi Weton vs Jodoh?

Bukankah, selama ini banyak juga orang kejawen yang harus berakhir hubungan rumah tangganya meski keduanya sama-sama cocok dalam sisi perwetonan? Aku yakin di luar sana masih banyak orang yang berpikiran tentang ini.

Kata orang-orang tua lawas berpendapat, "kita itu orang jawa, ya harus ikut adat jawa". Baiklah... tapi bukan berarti kita mengkultuskan weton, bukan?. Setahuku, di bumi ini yang ada adalah hukum timbal balik. Setiap apa yang terjadi itu sebetulnya kita sudah merasakan. Bukankah hati itu barometer tentang hal-hal yang akan terjadi? Itulah mengapa manusia selalu disebut sebagai makhluk paling sempurna karena kita dilengkapi oleh Allah dengan intuisi dan hati nurani.

Setiap manusia memiliki jodoh sendiri. Terlepas dari bebet bobot kriteria yang ditentukan. Allah tidak pernah salah menjodohkan. Kembali ke wacana. Lalu, jika kita menjalin hubungan dengan seseorang, ketika sama-sama serius ingin melangkah lebih jauh, kemudian ternyata weton tidak cocok. Lantas, apakah orang tua harus memisahkan begitu saja? Bila dikaitkan dengan hukum timbal balik, semuanya itu berawal dari pikiran.

Cinta memang membutakan, tapi ironis sekali jika orang tua berusaha membuka mata hati dengan mengaitkan pada weton. Apa hanya itu penilaian paling kronis dalam perjodohan? Lalu, kriteria bebet bobot yang lain apa tidak sama pentingnya?

Cinta itu harus diperjuangkan. Ya, saya setuju.
Saya tidak bersikap apatis dengan ilmu kejawen satu ini. Karena bagi saya, pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan, tapi juga dua keluarga. Akan sangat disayangkan jika hanya berpedoman pada perwetonan.

Setiap hubungan yang menjalani adalah dua insan tersebut, orang tua cukup mendoakan dan mendukung saja . Masih ada Allah yang Maha Menjaga. Selama kita berpegang teguh pada keimanan, Allah apsti melindungi keluarga kita.

Pernah satu kali berdiskusi dengan satu kawan saya, dia berkata. "Tapi bener lho, Tar. Dulu waktu kakakku menikah, banyak banget halangannya, mulai dari inilah..itulah..."
Hmm..mungkin tidak akan ada habisnya jika membahas tentang ini. Hahaa
Sampai-sampai pernah tercetus untuk melakukan suatu penelitian ilmiah mengenai Jodoh VS Weton. :D

Banyak sekali uneg-unegku. Kalau dibaca dengan sadar, mungkin kalian akan menilai aku orang yang pembangkang. Haahaa
Tidak kawan, aku hanya ingin menyampaikan keresahanku.

Intinya, dalam hidup ini selalu  mintalah yang terbaik pada sang Pemilik Cinta, dengan begitu akan dikirimkan orang yang tepat. Jangan lupa pantaskan dirimu agar dipantaskan pula jodohmu. Kalau sudah dapat, jangan lupa diikat si cupid biar si cupid tidak sembarangan lagi menembakkan panah cintanya. :D


-Rahayu Lestary. Di suatu sore menjelang senja-

Jumat, 08 Februari 2013

Aku dan Pujian

Seringkali pujian membuatku terlena
Aku benci pujian
Pujian hanya melemahkan
Partikelnya begitu antagonis menggerogoti semangat.
Kadar kronisnya lebih dari 50%
Pujian bagiku fatamorgana, yang memiliki beribu arti dan beribu wajah
Seringkali pujian diartikan lain.
Sama dengan manusia seribu wajah.
Jangan pernah bangga jika kau tak siap dengan pujian itu.
Merasa sedikit pongah, berusaha menahan senyum kebanggan.

Jangan pernah berprasangka kau ahli
Karena itu melengahkanmu.
Selalu pelihara rasa ingin tahu agar tak membelenggumu dengan simpul kemalasan untuk belajar
Dengan begitu, engkau akan dijaga dalam indahnya rendah hati.