Minggu, 16 Maret 2014

Aku Sebut Ini Hijrah

Pagi ini tepat pukul 7.42 WIB aku tiba di kampus untuk berkumpul dengan rombongan yang akan datang ke Talk Show with Oki Setiana Dewi. 

Aku masih ingat beberapa tahun lalu, ketika masih duduk di SMK. Sekitar tahun 2010, awal kemunculan Oki di televisi. Dalam sebuah film yang mengangkat namanya, Ketika Cinta Bertasbih. Saat itu, teman-temanku ribut pengen nonton, tapi aku adalah satu-satunya penghuni kelas yang menolak dengan mantap untuk tak ikut menonton. Alasannya sepele, kisah cinta Islami yang bagiku gak banget

Aku dulu terkenal dengan "kelelakianku" meski rambutku tak dipotong cepak namun tingkah dan kesukaanku menyerupai lelaki.  Ataghfirullah...Jahiliyah. :-(

Menyadari sebuah pesan bahwa jika mengetahui sebuah ilmu namun tak diamalkan, maka akan menanggung dosa. Disitu aku berkesimpulan, "Lebih baik nda ngerti sama sekali, daripada tahu tapi nd abisa mengamalkan.". Nah, dengan kesimpulan semena-mena ini, aku sok idealis menolak dengan tegas ajakan mereka. 

Sampai sekarang pun aku tak pernah tahu bagaimana cerita pasti tentang film Ketika Cinta Bertasbih. Dulu pernah dikasih pinjam CD (Compact Disc) nya sama temen, saat ku putar, sukses deh bikin tidur. Walhasil, nda tahu jalan cerita. Adegan yang ku ingat adalah saat Ana di bis, sudah. Khatam. 

Nama pemainnya siapa saja juga aku tak tahu. Sosok Oki pun baru aku tahu kalau dia pemeran Ana di film tersebut. Belum lagi pemain yang lain, mungkin aku hanya tahu wajahnya namun tak tahu siapa namanya. Yah..begitu apatisnya saya. 

Saking apatisnya, saat pertama melihat sosok Oki, aku sempat nyeletuk, "Buat apa sih kerudungan segitu rapetnya, biasa ajalah, nda perlu terlalu fanatik." Hmm..emang dasar apatis jahiliyah, -_-

Aku selalu bersyukur, bagiku tahun 2013 adalah awal kebangkitanku untuk tersesat ke jalan yang benar. :)

Memang betul apa yang mereka katakan, bahwa jika ada hamba yang berjalan ke arahnya, maka Allah akan berlari menjemputnya untuk memberikan jalan. Satu persatu aku ditunjukkan jawaban atas setiap pertanyaan yang ku jawab sendiri dengan kesinisan. Finally... aku sukses sadar bahwa aku Islam KTP. Pemahaman Islam dangkal yang menyatakan bahwa Sholat, puasa ramadhan, atau berhaji bagi yang mampu itu baik. Dan mencuri atau durhaka pada orang tua itu buruk.

Aku sebut saat ini adalah proses hijrah...
Sedikit demi sedikit aku mulai paham dan merubah cara berkerudung, berpakaian, bersikap, beribadah maupun bertutur kata. Sempat tersirat rasa malu dan minder dalam diri. Aku yang bermula dari tak tahu apa-apa, memberanikan diri merubah penampilan untuk ukuran seorang perempuan sholehah. Aku juga takut ketika mereka mempertanyakan ke-islamanku. Bagaimana ngajimu? sudah hafal berapa juz? Bagaimana hukum ini-itu? Bagaimana kalau seperti ini? Sungguh, aku pernah merasa kerdil untuk ini. 

Mengingat aku juga tak berasal dari keluarga dengan kekentalan Islamnya. Aku juga bukan anak yang notabene lulusan pondokan. Aku sangat menyesal bila mengingat kenakalan masa kecilku, yang begitu sulitnya disuruh pergi mengaji. Kini, aku baru tahu mengapa masa muda itu masa emas untuk mempersiapkan masa tua. Ah, Tari... tak ada kata terlambat. 

Pemahamanku untuk mengakui bahwa tak ada suatu hal yang terjadi tanpa campur tangan Allah pun semakin menguat. Kini, aku dimudahkan untuk mengambil sisi positif dari hal negatif. Syukur Alhamdulillah. Emosiku juga tak begitu lekas meledak. Cara berbicaraku juga tak se-ekstrim dulu. 

Penampilanku mampu mengontrol rasa malu. Kembali lagi, alhamdulillah... Oki bilang, kerudung itu bukan dipakai saat sudah memahami Islam namun kerudung adalah pembuka pintu kebaikan.

Bertemu Oki pagi ini membuatku semakin bersyukur dan menaruh rasa penasaran untuk belajar lebih menjadi perempuan sholehah. Oki ternyata juga bukan lulusan pondokan, juga bukan dari keluarga yang kental ke-islamannya. Namun, ketika Allah berkehendak, maka kun fayakun. Aku ingin mendapatkan kun fayakun nya Allah. Dalam hal ini, banyak teladan dari Oki yang harus aku tiru. 

Kata Mbak Beb, "Formula orang sukses itu sama, mimpi. Pembedanya hanya kesungguhan."


SRSL
Sby, 17032014






Rabu, 12 Maret 2014

Tak Ada Alasan Untuk Tak Bersyukur

Bagaimana perasaanmu bila disakiti orang?
Bagaimana perasaanmu bila menyakiti orang?
Bagaimana jika ia tegas untuk menghapusmu dari memori?

Terkadang seseorang harus tegas terhadap hatinya. Tegas terhadap hal yang mampu melemahkan. Bila memang harus dihindari, maka lepaskan. Percayalah, itu hanya masalah waktu. Pada akhirnya, waktu yang akan menggerus kenyataan pahit lalu menggiringmu pada keindahan. Sebuah keindahan yang mampu memaafkan kenangan.

Mungkin dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan atau tahun. Kita tak pernah tahu. Allah selalu Maha membolak-balikkan isi hati. Sebuah permainan yang menempa. Perlu diyakini, seseorang yang menyakitimu ialah orang yang meninggalkan jejak kedewasaan dalam dirimu, meski sedikit.

Hidup tak melulu masalah roman. Ada banyak impian dan tugas yang harus di eksekusi. Jangan menunggu Allah take over  bebanmu jika tak terdapat usaha dalam diri. Pisau pun akan menjadi tumpul bila tak diasah. Begitu pula kita. Yakin deh, Allah tak pernah menciptakan sesuatu tanpa alasan.

Allah menciptakan kita tentunya dengan kepercayaan paling sempurna. Dia menitipkan mata, tangan, telinga, mulut, kaki, kulit, hidung. Bagaimanapun bentuknya, itu ialah milik-Nya tersempurna untukmu. 

Bila sudah begitu, mengapa harus risau dengan bentuk hidung yang pesek? tubuh yang gemuk? kaki yang pendek?  kulit yang gelap? tubuh yang kurus? gigi yang kelebihan volume? atau bibir yang tebal dan lebar?

Percaya, semua adalah aset terhebat yang dititipkan oleh Allah. Jangan pernah membayangkan bila Allah mencabut kontrak pinjaman aset dari tangan kita. Bersyukurlah, dengan hidung yang pesek kamu masih bisa tersenyum tulus. Tubuh gemukmu membuat orang sayang kepadamu. Kaki pendekmu diringankan untuk mendatangi kajian atau masjid. Kulit gelapmu menambah senyum manismu. Tubuh kurusmu yang kebal terhadap penyakit. Gigi kelebihan volumemu yang akan menampilkan keceriaan tanpa pamrih, atau bibir tebal dan lebarmu yang selalu tersusun kalimat motivasi dan menyejukkan untuk orang di sekitarmu.

Tersenyum dan berbahagialah.  
Laa Tahzan, Innallaha Ma'ana. Jangan bersedih ya, Allah bersama kita.
Semangat rehat...


Kamis, 06 Maret 2014

Koma dan Cinta

Pernahkah kau bertanya mengapa koma hanya dijadikan sebagai tanda baca?
Menjadi jeda tak jenak untuk merangkai kata selanjutnya?
Atau sebagai pelengkap? Ada namun tak terbaca?

Tuan, pagi ini ku lihat kau sungguh menarik dengan kemeja kotak-kotak birumu. Entah mengapa, aku berhasil menghitungmu mengenakannya sudah lima kali dalam sebulan ini. Pernah satu hari kita tanpa sengaja mengenakan kemeja kotak biru. Tentunya beda motif dan model. Aku hanya tersenyum kecil dan berbisik dalam hati, ah jodoh kali.

Tuan, ingin ku katakan rambutmu tertata rapi sekali. Butuh waktu berapa lama untuk memasang gel disana? Kau selalu nampak rapi meski bukan baju bermerk seperti kawan di sebelahmu. Kau selalu perhatian meski tak mengenal perempuan yang kakinya terkena knalpot dengan muka masam jenaka.

Siang ini, ku pastikan kau sedang makan siang di meja pojok bersama kawan berambut cepak dengan beberapa helai uban. Tumis wortel dan telur dadar ialah kegemaranmu. Ditambah segelas susu hangat. Sempurna.

"Terkadang, penempatan ini adalah koma. Pemberi jeda untuk kata berikutnya."
Selamat siang, Lelakiku.  

Ayo Masak!

Sejak kapan kamu suka masak?
Sejak pagi ini. Hehehe
Sebetulnya sudah sering juga aku masak, asal tak keduluan ibu memboikot dapur. hihi #alasan aja

Ada banyak rasa saat memasak. Bingung, penasaran, khawatir, deg-degan. Nano-nano pokoknya untuk ukuran chef amatiran macam saya. Ahad lalu saya memasak tumis pare. Seninnya masak urak-arik indomie campur sayur campur telur alias tak tahu namanya. Rabu masak sayur bayam. Kamis keduluan ibu bangunnya, dan pagi ini saya masak tumis baby kailan. Duilee...gaya.. lagi-lagi tumis! --___--"

Mengapa aku bilang memasak itu ada banyak rasa. Ya, karena ketika memasak aku harus benar-benar mengingat resep lalu mengaplikasikannya. Jangan sampai lupa memasukkan semua bahan sesuai urutan. Bisa jadi bawang merah dan bawang putih di tumis setekah semua sayur matang. #Duh.

Akan semakin berdebar tatkala siap dihidangkan. Aku akan memandang dengan cemas saat sendok ibu menyentuh masakanku dan memindahkan ke mulut. Aku pasti langsung bertanya, "Gimana, Bu?" ... "Enak, Nduk!" Hahaa.. senangnya!

Kata Bapak, harus bisa masak yang lain. Jangan tiap hari dikasih tumis terus. 
"Tapi kan materi sayurnya beda, Pak?"
  #tetep aja ngeyel, duh --___--"

**********************************************

Memasak itu salah satu daya tarik lelaki untuk perempuannya.
Namun aku tak pernah setuju jika itu dijadikan poin utama. 
Lelakiku, biar ku beri tahu. Ketika sudah kau pilih wanitamu, maka ia akan berusaha untuk memasak masakan halal dan thayyib untukmu dan anakmu. Ia akan berjuang keras untuk memenuhi selera kalian agar betah makan di rumah. 
Menghabiskan malam dengan meja penuh makanan bergizi serta obrolan kecil sebagai penyempurna sajian.
Selamat memasak. 

Batu Apung

Aku adalah batu apung
Berongga disana-sini
Mengapung tanpa diminta
Menjuntai tanpa tenaga
Sebentar kau coba tarik, akan mengapung kembali ketika kau lepas

Aku tak suka mengandaikanmu itu pasir
Yang akan luruh di sela jari ketika ku genggam erat
Aku tak ingin menggenggammu hebat
Namun aku pun tak ingin melepasmu tanpa syarat.

Kelak, di ujung senja kita berdiri menatap bebatuan tersusun tak rapi di bibir pantai
Lengan kirimu merapat pada pundakku,
Sedang jemari kanan kita bertautan mengisi rongga di selanya.

Untukmu Tuanku, entah siapa.

JADI, KAPAN KITA KE PANTAI?

Aku sudah membeli handuk biru. Air putih dua liter dapat ku siapkan sebelum berangkat. Kamera bisa instan dengan handphone. Jadi, kapan kita ke pantai?

Aku butuh dibohongi. Seperti laut yang berpura-pura berwarna biru cerah, padahal tak berwarna, lalu berubah keemasan padahal sebenarnya hitam. Seperti kapal layar yang terlihat besar, padahal sebenarnya dia kecil di tengah lautan dan siap ditelan ombak.

Aku akan menyiapkan segelas madu dan sekotak susu coklat kegemaranmu. Tapi jika itu dianggap berlebihan, maka aku hanya akan memotret ikan yang terjepit di batu karang.

Mungkin matahari sebagai pembohong sekaligus penafkah terbaik bagi bumi. Karang-karang dan laut kerang. Aku akan memotret kaki yang tertelan pasir.

Jadi, kapan kita ke pantai?

Aku butuh menulis di pasir. Satu atau dua kata tentang ketidak-ikhlasan. Agar semua hilang ketika pasang datang, dan kita pulang. Tuan susu, :)

10 CIRI MUSLIMAH SEJATI


Kesepuluh karakter itu adalah :


Salimul Aqidah, Bersih Akidahnya dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya dari lubang syirik.

Shahihul Ibadah, Benar Ibadahnya menurut AlQur’an dan Assunnah serta terjauh dari segala Bid’ah yang dapat menyesatkannya.

Matinul Khuluq, Mulia Akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin).

Qowiyul Jismi, Kuat Fisiknya sehingga dapat mengatur segala kepentingan bagi jasmaninya yang merupakan amanah/titipan dari Alloh SWT.

Mutsaqoful Fikri, Luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.

Qodirun ‘alal Kasbi, Mampu berusaha sehingga menjadikannya seorang yang berjiwa mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Mujahidun linafsihi, Bersungguh sungguh dalam jiwanya sehingga menjadikannya seseorang yang dapat memaksimalkan setiap kesempatan ataupun kejadian sehingga berdampak baik pada dirinya ataupun orang lain.

Haritsun ‘ala waqtihi, Efisien dalam memanfaatkan waktunya sehingga menjadikannya sebagai seorang yang pantang menyiakan waktu untuk melakukan kebaikan, walau sedetikpun. karena waktu yang kita gunakan selama hidup ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh SWT.

Munazhom Fii Su’unihi, Tertata dalam urusannya sehingga menjadikan kehidupannya teratur dalam segala hal yang menjadi tanggung jawab dan amanahnya. Dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan cara yang baik.

Naafi’un Li Ghairihi, Bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan Ketiadaannya akan menjadikan kerinduan pada orang lain.


Mudah-mudahan dengan kesepuluh karakter yang dikemukakan diatas menjadikan kita termotivasi untuk dapat merealisasikannya dalam diri kita.Amin. 

****************************************** 

Senin, 03 Maret 2014

S-P-A-M

Jalan A. Yani Surabaya pukul 22.00 WIB.
Seperti meluncur di tengah jalan landai beraspal tebal. Membiarkan motor meluncur dengan gigi satu. Turun begitu saja. Secepat kilat. Sedingin salju meresap sampai ke pori-pori. Aku suka. Itu saja. Ketika sampai di jalanan datar, kau seperti mengerang kuat bagai memaki aku yang tak tahu diri menyiksamu. Tak lama kumasukkan satu gigi dan seketika kau cegukan hingga menggoyang tubuhku. Jangan protes. Aku hanya membayangkan jalanan A. Yani se-ekstrim jalanan di Cangar.

Kata orang, aku adalah orang bertipe ekstrovert. Sosok yang ceria, supel, suka bicara, suka bersosialisi, rame. Namun, bagiku tidak. Mungkin karena banyak artikel kepribadian yang ku baca, hingga aku memiliki beberapa tipe kepribadian. 

Aku pribadi lebih menikmati keadaan tenang dan sepi. Aku lebih suka bepergian sendiri. Entah ke toko buku berjam-jam hanya untuk membeli sebuah buku, pergi nonton duduk di atas paling pojok, berbelanja baju keliling pasar atau bolak balik menawar di toko yang sama, makan bakso hingga hampir menghabiskan sambal di mangkok, juga naik bis untuk sekedar melihat jalan. Sendirian. Ya, aku lebih suka sendiri. Bertemu dengan orang baru, berbagi cerita, berbagi informasi. Setelahnya tak ada kelanjutan. Tak masalah, karena terkadang kita memerlukan orang baru sebagai selingan di kehidupan sesungguhnya.

Aku tak pernah merasa sepi ketika tak ada lagi handphone berdering dengan layar tertulis namamu. Juga tak risau ketika bbm dan sms tak lagi diisi pesan manjamu. Entahlah, terkadang aku merindukan rumah sakit jiwaku. 

Menghabiskan bertumpuk buku tebal di atas kasur dengan sprei berantakan. Tak pernah menjadi masalah berat selagi itu menjadi obat. 

Penelitian mengatakan berkawanlah dengan warna-warna lembut karena bisa memberikan sugesti ketenangan. Syukurlah, aku menyukai biru. Semoga ia membantuku untuk tenang. Kenyataannya itu terbukti. Kini aku lebih bisa mengendalikan emosi. Aku tak marah ketika melihat ATM di awal bulan masih dengan saldo yang sama atau tak berkomentar saat ada orang meludah di jalan. Begitu saja, sederhana.

Hei..jangan dipikir saat ini aku sedang galau atau gelisah atau risah. Tidak sama sekali. Malam ini begitu larut, mungkin malaikat sudah lelah membujuk untuk memintaku tidur. Tanganku rasanya gatal, ada banyak yang ingin dibagi, namun selalu lepas ketika hendak diwujudkan aksara. Jadi, anggap saja tulisan ini adalah spam yang aku ijinkan kau untuk men-skip bila tak berkenan membaca. Baiklah, kau boleh tidur sekarang. Klik!