Sabtu, 27 Desember 2014

Hidup Ini Lucu!

Sepertinya sekarang semakin mudah saja melihat kesuksesan seseorang. Kamu akan menemukan dimana keberadaan mereka. Berfoto di luar negeri, berfoto seru dengan teman-teman, berfoto narsis dengan berbagai gaya, berfoto di tempat mewah, bahkan meng-update perkembangan anak mereka, seakan-akan setiap jengkal perkembangan adalah masa berharga yang sayang bila terlewat. 

Ukuran sukses hari ini : 
Semakin banyak berita yang kamu upload dengan bertumpuknya komentar atau like atau love. Apakah itu? Rela berhutang untuk sekedar punya smartphone super canggih. Paling mentok yang dicari besar kamera, bisa bbm, whatsupp, instagram, twitter, fb, kakao, line. Padahal dari sekian banyak fasilitas yang disediakan ujungnya cuma buat foto-foto lalu meng-upload biar beken. Ukuran sukses.

Saat ini, ukuran seseorang disebut manusia bisa dilihat dari gadget yang dipunya. Semakin canggih handphone-mu, maka semakin menawan dirimu. Bahkan, tak sedikit orang berani menjadi maling atau pengamen untuk sekedar disebut manusia. 

Manusia sekarang mudah sekali mengeluh. Hal sepele bahkan dianggap sangat penting dengan meng-update di kotak status. Hujanlah, panaslah, sakit hatilah, galaulah. Status galau kadang bisa diartikan semacam pemikiran kusut yang bingung harus dilampiaskan kemana. Mental yang semakin melemah, jaman dulu belum ada socmed pun berita bunuh diri juga tidak menjadi trending topic.

Hidup ini lucu, bahkan ketika kamu berkata hidup ini lucu namun untuk tersenyum saja kamu lupa caranya.

Jadi apa ukuran suksesmu?

Sedikit Saja, Bicara Tentang Kebebasan

Menjelang tiga bulan kurang tiga hari. Keputusan yang kuanggap terbaik, sampai detik ini. Hasil dari pertimbangan hebat, antara idealisme dan tanggung jawab pada kesayangan. 

Terkadang hidup tidak melulu bicara mengenai kalah atau menang. Adakalanya kamu akan merasakan bebas dari apa-apa. Pikiran bebas yang tak ingin berpikir apa-apa, pandangan yang bebas, hati yang bebas, senyum yang bebas. Terkadang sederhana saja untuk menikmati hidup. 

Selama masa bebas ini, aku benar-benar merasakan bebas. Bahkan pernah--sering, ketika terbangun lupa ini hari apa. Tak ingin berpikir. Bangun tidur, minum air putih segelas, ambil wudlu, shalat, berhenti sejenak, bahkan memilih membaca buku hingga tertidur kembali. Masa dimana aku ingin menikmati hidup dengan apa adanya, dengan bebas tanpa bayangan gelisah tentang masa depan atau masa lalu. Mengalir saja. 

Kebersahajaan itu muncul ketika hanya kamu dan dirimu yang bicara. Memandang tenang sekeliling dengan hati luas penuh maklum. Aku menikmati diamku. Saat diam, telingaku terasa lebih peka dan hatiku lebih penuh. 

Kamu ingat? ketika kita bertemu? kamu terheran menanyakan keberadaanku. Ya, aku jawab, everyday is holiday. Kuharap, pemikiranmu masih sederhana, masih menegurku untuk tak keterlaluan berimajinasi. Tenang saja, bahkan kamu masih indah di hatiku.

Rabu, 24 Desember 2014

Klakson

Aku membutuhkan banyak pertimbangan untuk sekedar membunyikan tombol di setir sebelah kiri itu. Bagiku, klakson ialah benda keramat yang tak boleh sembarang dibunyikan. Dia bukan sekedar tombol yang bisa ditujukan pada sembarang orang. Bukan pada orang yang mendadak berhenti, pada tukang krupuk yang tak terlihat orangnya dari belakang,  atau pada mereka yang ketahuan melamun di lampu merah. Bukan..bukan.. Bahkan aku membenci mereka yang menambahkan umpatan kasar di ujung klakson.

Klakson memberikan sengatan tersendiri, menimbulkan gelisah sesaat setelah mendengar. Baiklah, mungkin klakson diciptakan sebagai pengganti mulut. Tapi bukankah "mulut" itu bisa lebih dibunyikan dengan halus? tak perlu tekanan berotot dengan lolongan yang panjang. 

Bila klakson merupakan kepanjangan dari "mulut", maka dia merefleksikan bagaimana kamu. Manusia dengan penuh emosi dan tingkat kesabaran yang payah. Sedikit-sedikit menekan klakson.

Saat di jalan kita memiliki berbagai hal yang dapat menyebabkan perubahan pada mood. Pada lampu merah yang terkesan lambat menghijau, terjebak palang pintu kereta yang ternyata hanya sebuah lokomotif yang berjalan manja, atau pada angkot yang suka berhenti sembarangan. Hal sepele yang mampu merubah kondisi diri dalam sekejap, tentunya itu akan terjadi bila kamu mudah terseret. 

Hmmm...bukankah kita memiliki hak untuk bersikap? Bukan dipengaruhi keadaan namun kita yang mempengaruhi keadaan. Andai kita bisa lebih bisa menarik hal baiknya, menahan untuk tak mengumpat, tak mengeluh. Kita punya kepentingan. Sama, mereka juga. Namun kita memiliki hak untuk memilih, bahkan sebelum takdir akhirnya menuntun kita. Pokoknya kita bisa memilih. Coba sedikit bersedekah, dengan klakson. Tahan untuk tak menekannya. Coba beri kesempatan, gesekan hanya meninggalkan bekas, namun sekali lagi, kita memiliki pilihan dan bertanggungjawab atas suasana hati.