Selasa, 02 September 2014

MENUNGGU ITU MENYEBALKAN

Menunggu adalah hal yang menyebalkan. Setidaknya untuk sebagian orang, termasuk saya. 

Pagi itu, saya janjian sama teman untuk menitipkan barang dagangan yang akan dijual di Car Free Day Bungkul. Kami janjian pukul 06.00. Lewat beberapa menit saya sampai di lokasi. Coba membuka handphone masih belum ada balasan. Parahnya, handphone yang saya bawa keduanya lowbath. Walhasil saya harus menunggu dengan harap-harap cemas. 

Mengenakan bebidol coklat sambil duduk di atas motor di pinggir jalan. Sesekali melirik kaca spion di kiri dan kanan, berharap muncul sosok yang saya tunggu. Sepertinya tiga puluh menit lebih saya menunggu. 

Sempat terlintas ingin meninggalkan saja saat menunggu. Namun, tiba-tiba muncul pemahaman "Ayo belajar sabar!" Akhirnya, saya pun memutuskan untuk menunggu. 

Entahlah pagi itu saya kuat sekali ingin menunggu. Rasanya seperti merindukan perjuangan mengalahkan ego. Sambil memasukkan beberapa pikiran positif yang ternyata memang membuat hati lebih nyaman. 

Saya memiliki kepribadian ekstrovert - melankolis. Saat bersama orang lain, saya "tampak" rame dan menyenangkan. Namun, berbeda ketika sendiri. Sebetulnya, saya tipe orang yang suka berbicara dengan diri sendiri. Belakangan, baru saya ketahui itu istilah lain dari muhasabah. 

Seringkali saat sendiri, saya putar ulang kembali film yang telah lalu. Bila timbul gelisah atau rasa tak enak, itu artinya saya melakukan kesalahan. Astaghfirullah...

Saya juga tipe pemikir. Segala hal yang saya pikir, mudah sekali bercabang. Belum tuntas pada satu hal, fokus saya sudah bercabang lagi.  Terkadang saya kewalahan juga menghadapinya. Salah satu kelebihan orang ekstrovert, ide kreatifnya selalu jalan.

Namun, seringkali saya merasa iri dengan orang yang pemikirannya sederhana saja. Menjalani segala hal dengan mengalir begitu saja. Teman saya bilang kalau saya tipikal orang yang detail.  Segala hal dipikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi.

Kembali pada topik menunggu. Saat menunggu, saya memiliki beberapa waktu untuk tidak terikat pada rutinitas. Saat bepergian saya suka membawa tas dan menyimpan buku di dalamnya. Sebuah hadits bilang, "Sebaik-baiknya teman menunggu adalah buku yang dibaca".

Saat menunggu itulah, saya bebas bermuhasabah. Merenungkan sejenak apa yang sudah saya lalui. Saya merasa itulah waktu ter-romantis untuk bermesraan denganNya. Lambat laun saya memiliki kebiasaan mengajak Allah berdialog. Secara zahir memang tampak seperti dialog satu arah. Tapi, setelahnya saya selalu merasakan kelegaan bahkan jawaban berupa solusi yang melintas dalam pikiran saya. Allah, terima kasih telah menumbuhkan kepekaan dalam diri ini.

Saat menunggu juga, terlintas sebuah pemahaman... 

"Allah, terima kasih. Mungkin kau takdirkan saya menunggu lama seperti ini. Namun saya yakin, ini adalah yang terbaik"


Saat Allah menetapkan sesuatu, percayalah itu yang terbaik. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi. Namun itu pasti yang terbaik dari yang terbaik. Siapa tahu, Allah menahan langkah untuk menghindarkan kita dari segala hal buruk. Allah lebih tahu dari yang kau tahu. Tak perlu risau mencari alasannya, karena waktu yang selalu menang untuk menjelaskannya.

SRSL
Kayun, 02092014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar