Rabu, 14 Agustus 2013

Kutu Mungil Itu Menari Bersama Kenangan Kita

Hari pertama masuk pasca libur lebaran. Suasana kantor masih sepi, aku sebagai penghuni kedua yang datang setelah OB yang memang menjadikan kantor sebagai rumah keduanya. Mulai menyalakan perangkat elektronik pendukung efektifitas kerja. Sejenak memeriksa email kantor, sign out, buka Facebook, cek blog, cek email pribadi, periksa tumblr. Masih pada kejemuan yang sama dengan sosialita. 

Iseng-iseng buka album, sedikit tertawa lihat wajah jadul, cupu belum banyak dosa. Tiba-tiba teringat sahabat kecilku yang sekarang entah kemana.  Coba tutup mata bentar ah, ingin reuni lewat pedalaman. 

Sahabatku ini, gembul dari TK, jago menggambar dan mewarnai. Waktu TK dia pernah menang lomba mewarnai di majalah, dapat hadiah kotak pensil yang ada magnetnya. Rambutnya suka dikat ekor kuda, jarang dilepas, kalau ke sekolah hanya dirapikan depannya. Kalau nulis suka miring, membesarkan huruf awal di depan kalimat dan menggantung di tengah baris buku tulis. Biarpun badannya gembul, tapi tulisannya kecil-kecil dan rapi.

Aku dan dia suka tidur di bawah kolong ranjang ibunya. Pulang sekolah aku pasti kesana, main bekel bareng, nonton film Giok Cina di Indosiar lalu tertidur di bawah kolong sampai sore. Bersahabat dengannya, membuatku bersahabat juga dengan kutu rambut. Walaupun aku tahu dia berkutu, tapi aku tetap saja bermain dengannya. Paling-paling ibuku yang kesal karena setiap malam harus mengoles peditox di kepalaku. Ah, dasar anak kecil.

Sahabatku ini, paling tambun di kelas. Paling jutek dan tak segan-segan menjitak teman-teman cowokku yang menjahilinya. Teman-teman cowokku suka memainkan rambutnya dari bangku belakang dan mencubit lengannya, setelah itu sudah bisa ditebak, beradu mulut lalu berakhir dengan kejar-kejaran di lapangan sekolah. Aku ingat waktu dulu masih musim tas koper warna-warni, teman-teman iseng menarik tas nya di tengah lapangan. Adegan selanjutnya juga sudah bisa ditebak. Lalu kami para siswi, tertawa dan bersorak kegirangan di depan kelas.

Dia juga pernah juara 2 lomba makan Pop Mie panas dalam waktu tidak sampai 5 menit, setelah itu lidah kami sekelas terasa terbakar hampir berminggu-minggu. Tapi kami, anak-anak ingusan ini tetap senang dan tiada henti menceritakan sensasinya.

Dia yang gembul, kalau naik becak ke sekolah suka menghabiskan tempat duduk. Sampai-sampai kawanku satunya harus duduk dengan kaki menjuntai di tanah. 

Bila sore tiba, kami main petak umpet, dolip-dolipan, dakon,  engkle, dan gobak sodor. Meski jujur, sampai sekarang aku belum bisa main gobak sodor. Dulu, aku hanya manut aja waktu dia berteriak mengarahkan aku untuk berpindah. Dia juga yang paling kesal karena aku pemain paling kolot.

Hei sahabat kecilku, kau dimana? Sudah hampir 7 tahun kita tidak berjumpa. Benarkah yang dikatakan teman-teman bahwa sekarang kau sudah langsing dan aku yang lebih gembul dari kau? Benarkah rambutmu sekarang sudah di-rebonding selurus papan tempat duduk kita di bawah pohon waru depan rumahmu? Lalu, benarkah kau sudah menikah?  Bahkan aku belum pernah melihat wajah adikmu. Punya saudara berapa kau sekarang?

Ah, sungguh aku rindu. Kabar duka terakhir yang ku dengar, ayahmu sudah pergi. Dan kau pindah ke kota kelahiranmu. Suatu saat, kalau tulisan ini terbaca olehmu, semoga kau masih mengingat dan tertawa kecil untuk kenangan kita.

Tahu kah kau? Kini aku sudah tidak berkutu, kakakku sudah membasminya dengan obat serangga ampuh, entahlah aku tidak tahu merknya. Kalau kau masih berkutu, coba nanti kutanyakan padanya. Sungguh, itu obat ajaib. Kini, terkadang aku rindu ada makhluk kecil yang berkeliaran di kepala dan menghisap darahku, kemudian ku garuk dengan penuh nikmat dan kudapati makhluk itu, lalu kutekan dengan kuku ibu jariku sembari tersenyum puas. 




Teruntuk sahabatku, Aprilia Fitri Lestari dimanapun kau berada.

salam sayang, sahabat kecilmu, Tari. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar