Jumat, 13 September 2013

Cinderella Cebol

Duduk disini, di kursi yang sama dan dengan komputer yang sama pula. Di usia yang memasuki 22, dengan emosi dan semangat yang meluap-luap seringkali memaksa untuk bertindak dan bertingkah yang berlebihan. Kepadatan emosi dan kelabilan berfikir, masih mengikat hati dan kaki untuk bisa berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak. Setelahnya, mungkin hanya bisa terdiam dan menghela nafas dalam sesal.

Tidak dibenarkan memaksa orang lain untuk ikut dan mau memahami apa yang kita maksud. Kalau sudah begitu, hanya kekalutan yang berselimut dan disusul dengan buliran air mata. Berteriak. Pada siapa? Pada angin? Sayangnya aku tidak tinggal di hutan, bahkan jauh dari hutan atau pantai. Mau ke pantai pun tidak punya cukup keberanian, karena banyak orang yang berwisata disana.

Sudah berapa malam merasa seperti ini? dan sampai kapan?
Berteriak juga tidak akan dihiraukan. Mungkin hanya ada sedikit balasan kaku yang diterima. Segumpal hati sudah diselimuti kelu, bercampur dengan cairan kental bernama ego, diaduk dalam adonan kegusaran. Tak terbendung, kapan benang-benang ini akan terurai? Aku tak tahu.

Tidak semua gadis bernasib sebaik Cinderella.
Mungkin, hanya temanku yang berteriak dalam tawa, hai Cinderella Cebol. Argghhh..dasar!
Biar ku ulang, tidak semua gadis bernasib sebaik Cinderella. Dimana dengan kebaikan seorang peri dia bisa bertemu dengan pangeran impiannya. Sekali lagi ku katakan, tidak semua gadis bernasib sebaik Cinderella.

Kenyataannya, aku bukan Cinderella. Aku tak hidup dengan ibu tiri yang sangat kejam, tak memiliki dua orang kakak tiri yang angkuh, juga tak sempat berkenalan dengan ibu peri yang baik hati.

Ya, saya bukan Cinderella. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar