Ku sebut ini sebuah kematian
Ketika aku merasa tangan, kaki, hati, dahi, dan semesta tak bersahabat
Seperti kerongkongan yang tersumpal sesuap nasi tanpa air
Seakan ingin berkata, namun terkunci
Diam
Bisu
Mungkin ini yang ku sebut mati
Aku selalu ingat
Dulu sekali...
Seseorang berkata, ada saatnya kau akan merasakan kematian
Kematian yang menarikmu dari keramaian
Kematian yang mengunci keinginan
Kematian yang menggelapkan rutinitas
Hanya kau dan duniamu
Hanya kau dan rumah sakit jiwamu
Ketika aku merasa tangan, kaki, hati, dahi, dan semesta tak bersahabat
Seperti kerongkongan yang tersumpal sesuap nasi tanpa air
Seakan ingin berkata, namun terkunci
Diam
Bisu
Mungkin ini yang ku sebut mati
Aku selalu ingat
Dulu sekali...
Seseorang berkata, ada saatnya kau akan merasakan kematian
Kematian yang menarikmu dari keramaian
Kematian yang mengunci keinginan
Kematian yang menggelapkan rutinitas
Hanya kau dan duniamu
Hanya kau dan rumah sakit jiwamu
--------------------------------------------------------------
Pada saat itu, kau akan tahu siapakah yang peduli
Yang merasakan adanya perbedaan
Yang merasakan adanya kehilangan
Baiklah, mungkin kesakitan ini menumbuhkan sebuah pemahaman
Karena ketika diam, hati dan pikiran tak akan berhenti berpikir
Berpikir untuk mencari jawab atas tanya
Berpikir untuk menempatkan kembali apa yang telah rusak
Tak ada yang salah, seperti jalan yang tak pernah mengeluh meski dipilih hujan untuk turun
Aku tuli
Aku buta
Aku bisu
--------------------------------------------------------------
Bila pedalaman hati tak mampu bercahaya
Maka diamlah, namun jangan diam.
-SRSL-
Alam Semesta, 13052014
ku sebut ini sebuah kematian
BalasHapusketika semua yang terdengar tak lagi terdengar
ketika semua yang terlihat tak lagi terlihat
ketika semua yang terasa tak lagi terasa.
puisinya luar biasa.
salam ukhuwah :-)
balasan puisinya juga jauh lebih luar biasa.
HapusSalam ukhuwah :)