Minggu, 01 Juni 2014

Kembali Aku Belajar

Selalu ada hikmah dibalik kejadian...

Dimainkan jalan selama tiga jam bukanlah waktu yang singkat. Perjalanan yang seharusnya cukup ditempuh dalam waktu tiga puluh menit molor menjadi tiga jam. Apapun, tetap bersyukur. Masih diberi kesempatan belajar sabar.

Jadi ceritanya, hari Minggu kemarin aku hendak membesuk seorang sahabat yang menjadi korban kecelakaan. Bertekad baja dengan keberanian yang diberani-beranikan, aku memutuskan untuk mencari rumahnya sendirian. Sebelumnya aku sudah pernah kesana, namun percayalah aku bukan penghafal jalan yang handal. 

Belum-belum perjalanan diawali dengan salah jalan. Alamatnya di daerah Sukodono. Berbekal pesan singkat berisi rute dan alamat, aku pun berangkat. Rute pertama disebutkan daerah Kletek. Dari kampus aku langsung meluncur dengan yakin menuju arah Sidoarjo Kota. Kecepatan 60km/jam tak menjadi beban. Dengan perasaan yang meyakinkan diri, namun tetap terjadi keributan di hati. Ko, perasaanku nda enak yah? Bisikku dalam hati. Namun tetap berpacu sambil menggambarkan rute. Tepat di daerah Sruni, aku tersadar. Glek! Kletek kan seharusnya ke arah Sepanjang. Segera kucari jalan putar balik. Masih dengan semangat 60km/jam, kupacu menuju arah kletek. 

Rute kedua diminta "setelah dari Kletek lurus saja sampai Kecamatan Sukodono"

Baiklah, kutarik kembali gas motor. Tiba-tiba adzan Maghrib berkumandang. Maka kuputuskan merapat di Masjid daerah Bungurasih. Subhanallah... masjidnya cantik sekali. Bergegas mengambil wudlu untuk mengejar sholat berjamaah. Seperti masjid pada umumnya, ada pembatas bagi jamaah wanita dan pria. Wanita sebelah kiri dan pria di sebelah kanan. Tampaklah seorang makmum perempuan bermukenah putih. Tapi ko kecil ya? Sudah, tak ada waktu untuk menerka-nerka. Segera kukenakan mukenah biru kesayanganku dan kurapatkan tubuhku pada sebuah tubuh yang tinggi kepalanya tak sampai di pundakku.

Selepas sholat, kutengok jamaah di sebelah kananku. Aih, manis sekali. Seorang gadis kelas satu sekolah dasar. Putri namanya, datang dengan ibunya yang menunggu di bawah dengan adiknya. Mereka berasal dari Lampung dan sedang ke Sidoarjo mengunjungi saudaranya. "Putri, ini buat kamu" Kusodorkan sebuah pensil kayu warna kuning. "Terima kasih, Tante...bagus pensilnya." ucapnya ceria. "Tante tempat mukenahnya bagus, ada kacanya."

Putri yang riang mengajakku ngobrol bertanya ini dan itu. Selesai kurapikan mukenah dan kerudung, kami pun turun. Sebelumnya, kami sempat berpelukan dan kuselipkan sebuah pesan "Sekolah yang pintar ya, jangan lupa sholatnya dijaga. Kamu hebat, ngalahin Tante waktu seumuran kamu" 

Ahh...
Belajar bisa dimanapun dan kapanpun. Aku tahu, Allah sedang mengirimkan seseorang untuk menambah keimananku. Menambah kecintaanku untuk tak mau berpuas diri mendekat pada-Nya.

Perjalanan berlanjut. Tak lama kemudian kubaca beberapa plang nama toko beralamatkan Kletek. Yes! Tinggal mencari Kecamatan Sukodono. Begitulah isi pesan rute ketiga, Kecamatan Sukodono. Lebih berhati-hati dan waspada ku tengok kanan kiri untuk mencarinya. Perjalanan terasa panjang, berkejaran dengan Bus dan kendaraan pribadi yang serampangan. Kletek semakin menjauh dan sampailah di By Pass Krian. Huftt... pantas saja kendaraan-kendaraan ini bagai kesetanan. Perasaanku semakin tak enak. Masa iya sejauh ini? Selama perjalanan sudah berkali-kali bertanya pada orang di pinggir jalan. Mereka selalu berkata, "Oh, masih terus, Mbak." 

Terakhir, kutanya pada seorang Bapak perkasa yang sepertinya baru pulang dari sawah. Dari Bapak ini baru kusadari kalau sudah tersesat jauh sekali. Bapak tersebut menyarankan untuk masuk gang depan, tak lupa mengucap terima kasih lantas kuikuti sarannya. Perjalanan baru ini menyusuri sebuah sungai di sebelah kanan jalan. Angin yang meniup air sungai membiaskan udara dingin pada pukul tujuh malam itu. Kususuri jalan sambil menikmati hawa sejuk dan pemandangan hijau. Suasana pedesaan masih terasa disini. Aroma dedaunan yang dibakar, logat warga yang masih kental, bentuk rumah dengan halaman luas, warga yang berbondong sholat jamaah ke masjid, ataupun tumbuhan liar yang masih kutemui di sepanjang jalan. Krian memang bisa disebut desanya Sidoarjo.

Adzan Isya berkumandang. Kembali kuputuskan mampir pada sebuah masjid yang sedang direnovasi. Tampak jamaah pria dan wanita lebih banyak dari masjid yang pertama tadi. Seperti masjid pada umumnya, jamaah wanita selalu diisi dengan ibu-ibu dan mbah-mbah (nenek-nenek). Segera kukenakan kembali mukenah biruku dan mengambil shaf dibelakang. Selalu saja ada yang berbaik hati membagi sajadahnya untukku. Selepas salam terakhir dalam sholat, kucium tangan mbah-mbah di sebelahku. Senyum ramahnya menunjukkan gigi yang sudah tinggal beberapa saja. Namun sempat kurasakan gerakan sholatnya yang tak tertinggal dengan jamaah yang lain. Apa itu kunci kekuatan tulangnya? sholat berjamaah. 

Si Mbah menanyaiku hendak kemana, lantas kuceritakan perjalananku, aih...Ibu-ibu yang lain ikut peduli mendengar kisahku. Mungkin kasihan melihatku yang sudah berdempul keringat dan asap jalan. Mereka menunjukkan simpatinya kepadaku dengan penuh perhatian. Senyum yang tak lepas dari wajah. Ah, selalu kutemukan orang baik di dalam masjid. Ya Allah...berilah keberkahan pada sisa usia mereka. 

Demi mengejar jam yang terus berpacu, segera kubergegas melanjutkan perjalanan. Saat kupasang masker sempat kulirik Si Mbah mengantarku sampai di serambi masjid. Melanjutkan perjalanan mencari clue berikutnya, Bidan Kartini belok kiri. Kata ibu-ibu di masjid tadi, untuk sampai di Desa Pekarungan aku tinggal mengikuti jalan utama sampai ada lampu merah, lalu belok kanan. Lagi-lagi aku tersesat dan tak yakin. Aku bertanya pada bapak penjual bakso dan diarahkan kembali ke rute yang berbeda. Kuturuti sarannya, namun sampai jalan habis tak juga ku lihat plang bertuliskan "Bidan Kartini". Akupun kembali bertanya dan diarahkan untuk putar balik. Kali ini dengan ekstra hati-hati dan waspada yang makin terasah, kupelankan laju motor sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Nihil. Sebelum putus asa mencuat, kembali aku bertanya, "Mas, Bidan Kartini sebelah mana?" tanyaku. "Lha itu Mbak, kan ada tulisan bidan?" jawabnya. Kutengok arah yang dimaksud, "Lho, itu bukan Bidan Kartini, Mas". Si Mas ikutan ragu, "Ya itu bidannya mbak, dikenalnya Bidan Kartini" 

Glek! Ceguk! Ceguk!
Malu bertanya memang sering bikin sesat di jalan. 

Hatiku rasanya sudah sedikit lega, karena seingatku setelah ini belok ke kiri sedikit lalu masuk gang kecil ke kanan. Demi meyakinkan agar tak tersesat lagi, aku bertanya pada dua mbah yang sedang bercengkerama. Alhamdulillah... kali ini feeling ku pas, tepat dan akurat. Aku sampai dengan selamat di rumah sahabatku. Alhamdulillah... Terima kasih, Rabb... Maka sesudah kesulitan akan ada kemudahan.

Selama perjalanan, aku merasa diuji sekali kesabaranku. Berada di atas motor selalu mampu menjadi kesempatan yang tepat untuk merenung. Apa yang ku lihat selalu memberikan pengetahuan baru tentang hidup, tentang bersikap, tentang segala hal. 

Selama perjalanan tiba-tiba aku teringat sebuah ayat dalam surat Al-Ankabut ayat (2), "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?"

Subhanallah... Surat ini mampu mengingatkan kembali akan niatku berhijrah, agar tak berputus semangat serta bersuudzan kepada Allah dengan mengeluh. Allah Maha membolak-balikkan isi hati, semoga kita ditetapkan dalam kekuatan iman, islam, dan ihsan. Allah...Allah...Iam Yours... 

-SRSL-
Alam Semesta, 02062014




Tidak ada komentar:

Posting Komentar