Senin, 23 Juni 2014

Aku Menulis Cinta

Ada banyak cara cupid menancapkan panahnya. Salah satunya dengan bertemu dan berbincang. Sudah dari sananya bila rasa suka timbul dari intensitas pertemuan dan interaksi. Mungkin itu pula alasan Islam memberikan batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.

Lelaki memang seringkali harus berpikir sebelum bersikap. Dan sayangnya, perempuan seringkali salah tingkah menangkap kebaikan lawan jenis. Andai dibiarkan bergaul tanpa memberikan batasan, maka resiko "gampang suka" pun semakin tinggi. Aihyaa...jadi ingat sebuah nasihat, "Jangan mudah jatuh cinta, nanti hati yang merana. Jangan mudah menerima, nanti diri sendiri yang memendam kecewa"

Cinta sejati bukankah tak cukup ditandai dengan lancarnya komunikasi melalui dunia maya? Ya BBM, ya SMS, ya Line, ya Kakao, dan...lain sebagainya. Cinta sejati pun tak cukup ditandai dengan memasang foto profil berdua. Apalagi sampai membuat status yang bikin risih tetangga. 

Jadi ingat betul saat masih jaman sekolah. Mungkin karena ke-lelakianku yang bikin saya nyaris nda laku di pasaran. Lima belas tahun di bangku sekolah, dihitung sejak taman kanak-kanak. Rasanya hidup saya sepi dari pergunjingan masalah lope-lope. Eh, jangan dikira saya adem ayem aja ngerasa begitu. Ngiri juga sebenernya sama temen-temen yang laku laris manis. 

Kadang pengen juga ngerasain nangis di kelas setelah diputusin pacar, lalu teman-teman yang lain coba menghibur. Jurusnya nda jauh-jauh amat dari kata sabar dan jodoh nda kemana. Belum lagi tiap hari ada tukang ojek yang dengan setia mengantar jemput. Malam minggu nge-mall bareng, nonton Dealova atau film-film yang dianggap romantis kronis. Kalau kebetulan pacarnya satu sekolah, kalau istirahat bisa makan mie ayam bareng di bawah pohon asem. Apalagi kalau cinlok pacaran sekelas, bisa duduk sebangku dan tangan nda lepas pegangan. Ah, anak-anak. 

Teman-teman saya rata-rata yang gampang banget dapat pacar dan gampang banget putusnya, bisa dipastikan punya paras dan body yang aduhai. Eh, kadang ya nda begitu aduhainya, sih... Cuma mungkin mereka lebih tahu dulu ilmunya menggaet lawan jenis, makanya lebih mudah punya pacar. Beda sama saya yang cupu sukanya panas-panasan pake seragam coklat dan suka kejar-kejaran sama anak cowok di lapangan sekolah sambil cekakakan

Hmmm....
Empat tahun tak terasa sudah melewati masa SMK. Undangan pernikahan sudah terkumpul banyak. Yap, teman saya sudah banyak yang menikah. Bahkan, beberapa diantaranya sudah punya anak lebih dari satu. Oya, yang menjadi suami mereka rata-rata orang baru, bukan salah satu dari para tukang ojek yang setia dulu. Disini saya bersyukur, rupanya ada banyak lakon hidup yang Allah beri untuk saya. Ada beribu kesempatan yang mungkin tak dapat dirasakan oleh teman-teman yang sudah lebih dulu berkeluarga.

Berbicara tentang cinta, sepertinya tak ada habisnya. Mulai lagu, film, sinetron, kisah wayang, kisah Dewa. Pasti nda pernah luput dari kisah percintaan. Orang bilang, sebuah cerita akan mati bila tak dibumbui dengan percintaan. Bahkan, cerita anak-anak pun dibumbui dengan kisah cinta. Lihat saja dongeng Cinderella, Putri Salju, maupun kisah Rapunzel.

Bila cinta memang tak dihadirkan melalui keindahan fisik, maka cinta ditumbuhkan dari kecocokan jiwa. Hal itu berkaitan erat dengan kenyamanan, dan kenyamanan sendiri tidak dapat dibeli dengan harta, popularitas atau paras. 

Mungkin itu yang membuat lelaki di luar sana lebih memilih wanita sederhana namun indah akhlaknya. Sosok yang tak hanya cukup dianggap pantas diajak kondangan, namun lebih pantas dijadikan istri dan ibu bagi anaknya. Seseorang yang tak hanya memikirkan kemajuan dirinya, namun ia adalah sosok yang menyibukkan dirinya untuk kepentingan orang banyak. Keluarga, agama, pendidikan dan lingkungannya. Mungkin terlihat sok sibuk bahkan lupa memperhatikanmu, namun itulah kesederhanaannya mencintaimu. Mungkin juga ia tak mampu memberikan apa yang kau mau, namun ia selalu berusaha memberikan apa yang kau butuhkan.

Allah itu Keren, dan aku percaya...
Jangankan urusan yang besar, urusan remeh temeh seperti memberi bagian makan semut pun Allah yang urus. Apalagi urusan jodoh kita, percaya deh... Allah sudah menulisnya di Lauhul Mahfudz, bahkan sebelum kita dilahirkan ke dunia. Sekarang, tergantung bagaimana kita menjemput jodohnya. Apakah dengan merengek dan merendahkan diri atau dengan menyibukkan diri untuk memperbaiki? Apakah kita menjemputnya dengan cara yang baik atau justru sebaliknya? atau apakah kita hanya berharap kepada Allah atau justru mengiba pada manusia?

Proses inilah yang akan menentukan catatan sebagai dosa atau pahala. Proses ini pula yang menentukan seberapa baik jodoh kita. Bukankah ayat Allah dalam surat An Nur ayat 26 sudah jelas tertulis? Orang baik untuk orang baik, orang tidak baik untuk orang tidak baik. Meski ini bukan janji Allah untuk jodoh yang baik bagi mereka yang baik. Tapi, ayat itu memperingatkan kita untuk lebih selektif memilih pasangan. Kenyataannya, sering terjadi orang yang baik justru mendapat yang tidak baik. Namun, itu semua takdir Allah, apa sih yang tak mungkin bila Allah berkehendak membaikkan hambaNya?

Nah, makanya kalau jatuh cinta diam-diam saja. Menyampaikannya juga diam-diam saja. Bisik-bisik saja sampai hanya Allah yang dengar, lalu selipkan doa untuk dia yang terbaik disana. Bukankah cinta yang tak disampaikan tetap saja disebut cinta? 

Ah...
Semoga kita bisa menjemput jodoh dan rizki dari Allah dengan cara terbaik yang disukaiNya. Hingga keberkahan hidup dapat kita nikmati di dunia juga di akhirat kelak. Aamiin...

******************************************
-SRSL-
Alam Semesta, 23062014
DalamLautanPetang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar