Namanya Rina. Kulitnya kuning langsat,
alis tebal, mata bulat dengan tatapan tajam. Gadis ini, lima belas tahun usianya,
selalu riang seelok namanya. Rina suka sekali pada hujan. Baginya, hujan adalah
kenangan yang tersibak. Menikmati hujan adalah elegi. Tapi dia suka. Begitu banyak
kenangan tak menyenangkan saat hujan. Kenangan Ibunya yang tertabrak mobil
mewah pada saat hujan deras, atau kesedihan ketika ia kehilangan kucing
kesayangannya. Semua terjadi kala hujan. Tapi entah, dia tetap suka.
Diliriknya kalender bergambar Doraemon
di meja belajarnya, Nopember. Ah, mengapa tak kunjung datang juga? Desisnya.
Cuaca yang tak pasti, membuat rindunya kian menjadi. Rindu pada tetesan hujan
di ujung jilbabnya, rindu pada aroma tanah yang tersiram air hujan, pun rindu
pada semerbak wangi melati.
Sekali lagi, diliriknya kalender.
Harusnya sudah datang. Menurut ramalan cuaca di koran kemarin, direncanakan kau
datang di bulan ini. Mengapa hanya janji semu? Kau wakilkan mendung tanpa setetes
pun air terjatuh. Aku rindu. Rindu bukan buatan. Ah, tak kunjung hadir hujanmu.
Tapi mengapa hujan di kelopak mataku tak mampu ku tahan?
----------------------------------------------------------------------------------------
Sidoarjo, 10 Dzulhijjah 1434 H
Cerpen kembangan dari puisi Rindu Rina
Rahayu Lestary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar