Jumat, 13 Desember 2013

Ketika Seseorang Berkata Padaku

Seseorang berkata padaku, "Apakah kamu ingin jadi ustadzah?" 

Kalimat yang terlontar dalam sebuah percakapan SMS. Ketika aku mulai mencari informasi mengenai kursus mengaji atau informasi kegiatan keagamaan. Ditambah perubahanku dua bulan terakhir ini. Perubahan penampilan lebih tepatnya. 

Seseorang berkata kepadaku, "ketika kamu hendak memakai pakaian, pasanglah kancing dari bawah seraya berdoa agar pakaian yang kamu kenakan mampu mengangkat derajatmu." 

Sejak itu aku mulai menerapkannya. Arti filosofinya mungkin begini, ketika kita mengancing dari bawah dapat diartikan pergerakan untuk mencapai derajat tertentu selalu diawali dari level terendah, kemudian sedikit demi sedikit merangkak ke atas. Berdoa seperti itu menarikku untuk berpikir dua kali dalam berpakaian. Ketika pakaian yang ku kenakan terasa tak sepantasnya, maka akan timbul rasa malu. Masa iya, kita mengenakan baju tak patut tapi minta dinaikkan derajatnya? 

Seseorang berkata padaku, "Ketika bercermin hendaknya kamu berdoa agar Allah membaikkan akhlakmu sebaik Dia menciptakan dirimu."

Sama dengan berpakaian, kini aku mulai menerapkannya saat bercermin. Meski sering lupa juga. Ketika lupa dan segera ingat kelalaian, maka lekas-lekas aku berdoa sembari menutup mata agar tak melihat ke cermin dulu. 

Seseorang berkata padaku, "Ketika kamu marah, diamlah."

Pada dasarnya aku adalah seorang yang mudah meninggi. Mudah tersinggung dan mudah menyolot. Tapi juga mudah dingin. Ketika dingin, rasa sesal kerap muncul, akibatnya sering salah tingkah sendiri. Ketika ia berkata padaku, aku berusaha untuk menarik nafas panjang dan diam. Meski terkadang masih susah menjalankannya. Tapi alhamdulillah, emosiku sudah mulai bisa ditaklukkan. Lalu seseorang lagi berkata padaku, "Ketika marah, bacalah surat Al Ihklas sambil menarik nafas dan rasakan ayat-ayatnya memenuhi rongga hatimu. Lakukan 3x. Lalu ia melanjutkan, "Jadilah seperti surat Al-Ikhlas, ketika kamu ikhlas tak perlu diucapkan karena Al-Ikhlas pun tak pernah menyebutkan kata "ikhlas" dalam susunan ayatnya."

Lalu, seseorang berkata lagi padaku, "Kalau ada adzan, jangan berisik. Simak dan dengarkan, karena orang yang tak menghiraukan adzan nanti di akhirat dibuat tidak dengar ketika namanya dipanggil"

Langsung takut, entah benar entah tidak. Seyogyanya, yang ku tahu menghormati adzan adalah mendengarkan dan menyimak. Jadi, tak ada salahnya kan? Ditambah dengan membaca doa setelah adzan berkumandang. Makin sip! 

Ketika terjaga, aku berusaha berdoa agar diberi ketajaman intuisi. Peka terhadap nasehat, juga suka dengan kritik orang lain. Berbicara tentang kritik, jadi ingat pengalamanku dulu. Pagi itu, sembari bersiap kerja aku berdoa, "Ya Allah, lebarkan telingaku agar mampu menampung setiap kritikan, juga luaskan hati dan pikiranku agar tak mudah tersulut emosi sebelum benar-benar mencernanya dengan baik. Ketika sampai di tempat kerja, ada kritikan pedas yang ku terima. Entah karena doaku sudah di dengar atau kebetulan (Ah, tak pernah ada kebetulan), kala itu aku langsung diam dan berpikir. 

Terkadang, seseorang membutuhkan waktu panjang untuk sekedar bisa membaca gerak dan bekas yang ada pada diri. Aku pribadi masih tertatih-tatih dalam hal ini. "Who am I? " Pertanyaan ini selalu bergelayut manja. Kata orang, apa yang kita temui adalah apa yang kita lakukan. Semacam karma, mungkin. Seseorang juga pernah berkata, ketika ia mengalami hal tidak mengenakkan dari orang lain, seketika ia berbicara pada dirinya, "Apakah aku pernah memperlakukan orang seperti ini?"

Perlahan namun pasti, setiap perubahan besar selalu di awali yang kecil. Aku yakin. Semoga. 
Kini, aku tidak perduli dengan perkataan orang mengenai penampilan baruku. Terserah mereka mau bilang aku seperti guru ngaji, guru agama, atau apalah. Aku doakan semoga yang berkata begitu segera mengikutiku, karena dulu aku juga bersikap seperti itu terhadap mereka yang berpakaian tertutup. Nah...kan?

Ah..pe-er ku masih banyak. Amat sangat banyak. 
Percaya deh...Allah senang lihat hamba-Nya berusaha memperbaiki dirinya. Bukankah Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum tanpa ia berusaha merubahnya? 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar