Kamis, 06 Maret 2014

Koma dan Cinta

Pernahkah kau bertanya mengapa koma hanya dijadikan sebagai tanda baca?
Menjadi jeda tak jenak untuk merangkai kata selanjutnya?
Atau sebagai pelengkap? Ada namun tak terbaca?

Tuan, pagi ini ku lihat kau sungguh menarik dengan kemeja kotak-kotak birumu. Entah mengapa, aku berhasil menghitungmu mengenakannya sudah lima kali dalam sebulan ini. Pernah satu hari kita tanpa sengaja mengenakan kemeja kotak biru. Tentunya beda motif dan model. Aku hanya tersenyum kecil dan berbisik dalam hati, ah jodoh kali.

Tuan, ingin ku katakan rambutmu tertata rapi sekali. Butuh waktu berapa lama untuk memasang gel disana? Kau selalu nampak rapi meski bukan baju bermerk seperti kawan di sebelahmu. Kau selalu perhatian meski tak mengenal perempuan yang kakinya terkena knalpot dengan muka masam jenaka.

Siang ini, ku pastikan kau sedang makan siang di meja pojok bersama kawan berambut cepak dengan beberapa helai uban. Tumis wortel dan telur dadar ialah kegemaranmu. Ditambah segelas susu hangat. Sempurna.

"Terkadang, penempatan ini adalah koma. Pemberi jeda untuk kata berikutnya."
Selamat siang, Lelakiku.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar